Laman

Sabtu, 17 Desember 2011

Mengembalikan Rasa Nasionalisme yang Hilang

Permasalahan : 

Saat ini memang sudah tidak ada lagi rasa kebangsaan terhadap Merah Putih. kini orang lebih bangga dengan bendera kelompok, bendera partai, atau bendera produk iklan. Ini dapat dilihat dari maraknya bendera-bendera tersebut yang mendominasi tiap perhelatan acara yang digelar masyarakat.
Seperti ketika terjadi bencana gempa 2006 lalu, bendera parpol dan bendera kelompok lebih mendominasi daripada Merah Putih. Pada hari besar Nasional, antusiasme masyarakat untuk memasang bendera Merah Putih juga kini mulai memudar.
Dan hal yang lebih memprihatinkan adalah saat ini anak-anak sekolah tidak lagi hafal lagu wajib Nasional, tetapi justru lebih hafal dengan lagu-lagu populer masa kini.
Saat ini banyak sekali masyarakat Indonesia yang justru malu akan identitasnya sebagai warga negara Indonesia. Tidak sedikit pula masyarakat Indonesia yang ketika berada di luar negeri, lebih baik mengaku sebagai warga negara Thailand, Vietnam, Filiphina dan lain sebagainya. Dan hampir seluruh masyarakat Indonesia juga jauh lebih bangga memakai produk luar negeri dibanding produk dalam negeri.
Kondisi ini jelas telah menggambarkan bahwa nilai-nilai kebangsaan dikalangan masyarakat semakin meluntur.

Pembahasan :

Nasionalisme atau rasa kebangsaan memanglah tidak mudah untuk di bangkitkan pada rakyat Indonesia saat ini. Perlu banyak waktu dan strategi untuk menciptakan semua itu. Sayangnya, meskipun ada banyak waktu dan strategi tetap saja tidak menjamin rasa Nasionalisme itu tercipta, tentu saja perlu didukung dengan adanya kesadaran-kesadaran dari masyarakat itu sendiri.

Beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan adalah bagaimana cara memunculkan nilai-nilai esensi yang terkandung di dalam diri bangsa Indonesia, agar masyarakat tidak lagi merendahkan bangsa. Sebenarnya ada banyak cara yang dapat digunakan untuk menumbuhkan nilai-nilai itu, diantaranya adalah mengakui kebudayaan-kebudayaan serta tetap melestarikannya. Dan masih banyak cara yang dapat digunakan untuk menumbuhkan rasa Nasionalisme. Dengan melakukan hal-hal kecil yang dapat menjadikan nama Indonesia sedikit lebih baik. Dengan begitu, Rakyat Indonesia dengan sendirinya akan bisa lebih menghargai bangsa kita.

Sebelum bangsa lain mengakui bangsa kita, tentu harus dimulai dari diri kita sendiri. Rasa Nasionalisme tentu bukan hanya untuk dirasakan atau direnungkan, namun lebih kepada perbuatan untuk menunjukkan berapa besar kecintaan kita terhadap bangsa.

Kesimpulan :
 
Rasa Nasionalisme adalah bagaimana cara kita menghargai bangsa dan rasa bangga menyebut nama bangsa, serta apa yang dapat kita lakukan untuk bangsa ini. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah bukan lagi soal betapa besar bangsa kita kehilangan rasa Nasionalisme dari rakyatnya, namun berapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan rasa Nasionalisme yang hilang.

Billy Susanti
L100100019
Dasar Logika
Kelas A

Minggu, 30 Oktober 2011

Penekanan Kinerja BRTI

Fokus pada badan regulator independen di Indonesia belum dapat dikatakan maksimal. BRTI merupakan badan regulator independent yang diharapkan pada akhirnya menjadi suatu Badan Regulasi yang ideal. Namun dalam prakteknya, BRTI masih jauh dari harapan.

Kasus Pencurian pulsa yang terjadi sekitar 2 tahun terakhir menjawab eksistensi kinerja BRTI,  Dalam menghadapi kasus ini BRTI terlihat sangat datar, tidak tegas, dan terkesan ‘pilih aman’. Meski BRTI mengaku telah menindak sejumlah CP, namun kenyataannya tindakan tegas belum benar-benar  terlihat.
 BRTI sepenuhnya memihak pada masyarakat sebagai korban dan men-judge bahwa semua CP (Content Provider) di Indonesia melakukan praktek pencurian pulsa. Padahal tidak ada kepastian jika semua CP melakukan kecurangan yang sama.

Kasus pencurian pulsa yang baru dilaporkan sekitar oktober 2011 ini, menarik perhatian sejumlah pihak. Diantaranya adalah LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), dan sebagainya.
Melihat perhatian dari sejumlah pihak, BRTI seharusnya bisa jauh lebih menampakkan jati dirinya sebagai Badan Regulasi yang bertanggung jawab.

BRTI juga seharusnya bisa lebih tegas dalam mengambil keputusan dan tindakan. BRTI bisa saja menutup CP bermasalah dan menertibkan serta mengawasi CP lain dalam kinerja operasinya agar tidak terjadi kasus serupa dikemudian hari.

Menurut UU pasal 27 No.36 tahun 1999 Menyatakan bahwa Susunan tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau tarif penyelenggaraan jasa telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Jika BRTI melakukan pengawasan dan menetapkan ketentuan biaya dengan semestinya, maka kasus kecurangan yang dilakukan oleh content provider tidak akan terjadi.
Kasus yang terjadi saat ini membuktikan bahwa kinerja BRTI sangat pasif.

Selasa, 18 Oktober 2011

Review UU Perfilman


Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah Film sebagai media pendidikan bangsa harus diutamakan. Perhatian terutama diarahkan pada gambar sebagai visualisasi tingkah laku pemain yang banyak dinilai tidak pantas ditonton. Disamping telah disahkannya UU perfilman no 33 tahun 2009, yang diantaranya mengatur tentang moral, etika, kesusilaan dan sebagainya. Berikut beberapa aturan tentang nilai  yg tercantum dalam UU perfilman :

Pasal 48
Setiap insan perfilman berkewajiban : Menjunjung tinggi nilai-nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa.

Pasal 50
Ayat 1 : Setiap pelaku kegiatan perfilman berkewajiban menjunjung tinggi nilai-nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa dalam
kegiatan perfilman.
Ayat 2 : Menjunjung tinggi nilai-nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa dalam usaha perfilman.

Pasal 57
ayat 2 : Surat tanda lulus sensor diterbitkan setelah dilakukan penyensoran yang meliputi:
Penelitian dan penilaian tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan suatu
film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum.

Namun bukan demikian yang ditekankan pada perfilman kita saat ini, justru sebaliknya banyak sekali yang mempertanyakan “mengapa Film Indonesia sekarang menjadi Film porno? Apakah film-film tersebut sudah diuji sesuai dengan undang-undang yang berlaku?”
Menurut Lembaga Sensor Film, “film-film berbau pornografi sudah termasuk klasifikasi film dewasa.” 
Namun, bukankah bioskop merupakan tempat umum, dan sangat memungkinkan adanya anak-anak dibawah umur yang masuk dan melihat poster tersebut?
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini sangat mudah muncul dibenak masyarakat yang menyimak perfilman kita saat ini. Begitu juga dengan pertanyaan tentang untuk apakah sebenarnya undang-undang dibuat? Bagaimana undang-undang mengatur perfilman yang justru saat ini bisa dikatakan dilanggar? Apakah Insan perfilman tidak tahu mengenai UU perfilman, atau pura-pura tidak tahu? Sengaja ataukah tidak?
Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia sebaiknya lebih memperhatikan perfilman saat ini, karena bukan tidak mungkin perfilman bias menjatuhkan moral bangsa.



Senin, 17 Oktober 2011

Psikologi Wanita


Sikap wanita biasanya dipenuhi berbagai paradoksal. Ia ingin tetapi tidak ingin, suka tetapi benci, dan melawan tapi pasrah. Faktor paradoksal psikis itu semakin mempersulit tugas suami dan membuat  “kelihaian” menjadi syarat dasar bagi sebuah perkawinan yang berhasil.

Wanita memang menggantungkan harapannya kepada pernikahan. Jika mengalami kejenuhan, penderitaan, penantian, dan frustasi maka pemberontakannya terhadap perkawinan segera beralih ke sang suami. Jika wanita tidak mampu menyelesaikan problemnya dengan air mata, keluhan, dan pertengkaran maka ia akan menggunakan senjata “kecemburuan” atau menghancurkan keluarga.

Pendapat yang mengatakan bahwa wanita selalu dirundung duka cita dan kehidupannya merupakan rangkaian proses menunggu, yakni menunggu cinta, menunggu perkawinan, menunggu kelahiran anak, menunggu sebab kehidupan dan legitimasi keberadaannya dari sang suami, maka kami memandang pendapat itu sebagai proses penenggelaman yang tidak memiliki pembenaran sama sekali dan sesuatu yang sangat berlebihan dengan tujuan untuk memperburuk potret kehidupan rumah tangga.

Tidak ada kata-kata yang lebih menunjukkan akan pentingnya sifat keibuan dalam kehidupan wanita dari syair yang dilantunkan seorang penyair Polandia :

Hati wanita bagaikan lubang pohon
Jika tidak diisi cinta dan kasih sayang keibuan
Maka ia akan berubah menjadi sarang ular

Helen Deutsch berpendapat bahwa cinta ibu tidak bersifat instinktif tetapi bersifat emosional atau keadaan yang bersifat afektif. Karena itu, cinta ibu tidak selalu berkaitan dengan kehamilan. Bisa saja seorang wanita menampakkan perasaan keibuan kepada anak angkat atau anak tiri.

Jika problem-problem yang berkaitan dengan fungsi pertumbuhan pada wanita merupakan problem kompleks yang tidak terbatas, maka mungkin problem kemandulan adalah problem yang paling penting dan patut mendapatkan prioritas perhatian. Tidak diragukan bahwa kemandulan disebabkan oleh berbagai faktor yang bersifat organik, yaitu hormon yang dapat diatasi melalui berbagai metode kedokteran modern. Tetapi yang terlihat bahwa faktor psikis seiring sejalan dengan faktor yang bersifat organik, dan ketidakmampuan wanita untuk melahirkan seringkali akibat dari berbagai faktor psikologis yang menimbulkan keresahan.

Ada sejumlah wanita yang masih mempertahankan sifat kekanak-kanakan selama masa berumah tangga, baik dari sisi fisiologis atau sisi psikologis. Wanita semacam ini masih membutuhkan pribadi tempat bergantung baik ibu, nenek, atau mertua. Tetapi pada gilirannya, ketidakmatangan fisik dan psikis tanpa disadari akan membuatnya butuh akan anak.

Jika mengkaji keadaan wanita selama masa kehamilan, maka kita akan menyimpulkan bahwa pada masa ini setiap wanita memperlihatkan sejumlah faktor afektif lama dan sejumlah bentuk konflik psikis lama. Semua itu dengan cepat diikuti oleh berbagai gejala fisik lainnya, dimana setiap wanita pada masa ini memiliki gejala kehamilan tertentu, baik secara fisik maupun psikis. Barangkali diantara kita dapat melihat bahwa gejala sakit yang merupakan gejala fisik tertentu pada wanita hamil, kadang-kadang diikuti oleh rasa mual yang selalu ada pada anak gadis sejak masa anak-anak tanpa mampu mengungkapkan dirinya di luar.

Profesor Stekel mengatakan, “sesungguhnya muntah wanita hamil pada situasi tegang merupakan simbol penolakan terhadap anak. Tatkala penantian wanita akan kelahiran anak disertai sikap agresif karena wanita tidak banyak tahu tentang masalahya maka gangguan usus besar pasti akan berlipat ganda.

Jika masa kehamilan bagi kehidupan wanita merupakan masa penantian yang penuh kebahagiaan maka ia pun merupakan masa berangan-angan, dan mengkhayal. Pada saat itu, ketakutan masa kanak-kanak mulai muncul. Masa wanita yang hamil menganggap dirinya sedang menyimpan seorang “tokoh” di dalam perutnya atau anaknya yang akan lahir tampil sebagai sosok idealnya, atau ia mengkhayalkan anaknya akan menjadi miniatur ayahnya dan lain-lain.

Jika proses melahirkan hanya membutuhkan tiga jam atau seharian penuh, maka itu disebabkan karena sikap wanita terhadap proses itu berbeda-beda sesuai dengan watak psikis dan kondisinya secara umum.

Para ahli berbeda pendapat tentang gejala masa menopause. Sebagian ahli berpendapat bahwa masa menopause memiliki niai kepentingan yang besar dalam kehidupan wanita, karena masa ini menimbulkan berbagai gangguan psikis yang krusial.

Ciri fisiologis masa menopause adalah terputusnya sirkulasi haid, terhentinya pembentukan indung telur, melemahnya organ reproduksi, dan munculnya gejala-gejala penuaan di beberapa bagian tubuh.

Sebagian orang mengatakan bahwa masa menopause adalah masa kritis, karena perubahan hormon yang terjadi pada tubuh wanita menimbulkan pengaruh psikologi, dan biasanya menimpa wanita pada usia 45 atau 50 tahun.

Masa ini ditandai dengan terjadinya gangguan pada sirkulasi bulanan  yang disertai kondisi tubuh berkeringat, membatasi diri, gampang marah, dan rasa minder. Wanita pada masa ini mengalami proses biologis yang bersifat internal sebelum mengalami perubahan-perubahan fisik yang bersifat eksternal.

Pada diri wanita muncul semacam konflik dalam mempertahankan kewanitaannya sampai menjelang terjadinya stagnasi pada organ reproduksinya. Akibatnya, kegiatan wanita semakin berlipat ganda dan kegiatan itu mengarah kepada pusat-pusat yang mengancam ego.

Berbagai perubahan yang terjadi pada wanita menopause adalah haid terputus total, kantong de jiraf tidak lagi terbuka, dan membran lrahim tidak lagi membaru, kemudian kedua indung telur tidak lagi keras, sehingga organ reproduksi wanita berakhir. Selain itu perubahan lain terjadi pada kelenjar, sehingga lemak dibawah kulit semakin menebal dan rambut tumbuh dengan lebat, terutama diatas bibir, pipi, dan bagian sekitar perut.

Demikianlah, masa menopause menjadi batas pemisah antara dua masa penting dari kehidupan wanita, yaitu masa berhias serta mempercantik diri dan masa beribadah juga istighfar. Ketika wanita melihat ke masa lalunya yang jauh, ia melihat kehidupan ini sebagai sesuatu yang remeh dan singkat. Sementara ketika melihat ke masa depan, ia melihat keabadian tanpa batas.

 Apapun yang terjadi, berakhirnya fungsi reproduksi pada wanita tidak berarti kematian perasaan keibuan pada dirinya. Karena ketika berubah menjadi nenek, ia terdorong untuk berperan sebagai “ibu penolong” sebagaimana yang ia lakukan terhadap ibunya ketika kanak-kanak. Jadi sifat keibuan adalah pengalaman dinamis yang dialami wanita ketika masa kanak-kanak, masa puber, masa menjadi ibu, dan masa menjadi nenek.

Kamis, 13 Oktober 2011

Persepsi Diri Sendiri dan Orang Lain Terhadap ku


Hakikat manusia bukanlah terletak pada tinggi rendahnya ilmu seseorang atau kemampuan yang dimiliki, Tetapi terletak pada jalan pikiran yang dimiliki oleh seseorang.
Menilai diri sendiri bukanlah hal yang sulit. Karena ketika suatu sifat dari orang lain itu terlihat, saya selalu berkaca pada diri sendiri. Saya terus mendalami jalan pikiran yang saya miliki. Terkadang saya tidak benar-benar memikirkan atau memperdulikan apa yang orang lain katakan. Membuat saya sering dinilai arogan. Ada kalanya ketika saya tidak pernah ragu untuk hal yang saya percayai, saya akan terus maju dan berani menerima resiko apapun. 

Saya terlalu mengagungkan harga diri saya. Tidak bisa meminta maaf, dan juga sulit untuk memaafkan.
 Sangat sulit bagi saya untuk menerima pendapat dari orang lain, dan menganggap pendapat saya adalah mutlak, memberikan kesan egois pada diri saya. Saya juga tidak bisa menjadi pengikut yang baik. 

Saya selalu berkomitmen pada diri sendiri. Terlalu agresif saat mengejar sesuatu. Cepat bosan dan tidak pernah ada kata ‘bersabar’ dalam diri saya. Tetapi saat mengejar sesuatu, meski gagal saya akan terus mencoba ratusan hingga ribuan kali sampai benar-benar mendapatkan sesuatu yang saya yakini.
Sulit bagi saya menerima penolakan dari orang lain. Seolah kata ‘tidak’ hanya menjadi milik saya, bukan orang lain.

Mudah bagi saya dalam mengubah keadaan. Terkadang saya menjadi dingin dan sangat sensitif.
Namun apapun itu, baik buruk seseorang adalah tergantung bagaimana orang lain itu memperlakukan kita.

Terlepas dari bagaimana kita menilai diri sendiri, selalu ada orang lain yang juga memiliki pandangan tersendiri terhadap diri kita. Termasuk saya, ketika saya meminta orang lain untuk memberikan persepsinya terhadap diri saya, beragam jawaban saya dapatkan.
Termasuk diantaranya adalah saat orang lain menilai bahwa saya adalah orang yang pendiam, dan sulit ditebak. Mereka berpikir bahwa saya bukanlah seseorang yang mudah untuk dideskripsikan. Beberapa berpendapat saya egois dan mudah tersinggung.

Saya menganggap bahwa orang lain disekitar kita adalah orang yang paling mengerti tentang kita, begitupun saat mereka menilai bahwa saya sering menggampangkan sesuatu, dan mempertahankan prinsip yang saya yakini.

Banyak hal dari persepsi mereka yang tidak bisa saya bantah, mereka mungkin benar dan kebanyakan dari persepsi mereka yang saya benarkan adalah tentang hal-hal negatif yang ada pada diri saya.
Terkadang saya berpikir bahwa saya berbeda, tetapi disisi lain saya juga meyakini bahwa ‘There’s nothing wrong to being different’.


Rabu, 12 Oktober 2011

Pacarku di 'tubruk' dari belakang (Straight News)


Solo - Sudirman (45) mengalami luka yang serius setelah motor yang dikendarai bersama keponakannya maryono(25), bertabrakan dengan sepeda motor yamaha mio yang dikendarai oleh Fery (21) diruas jalan Gading Sukoharjo, Senin sore (10/10).

Korban, Fery (21) mengisahkan kronologi kejadian, Sepeda motor supra yang dikendarai sudirman melaju dengan kencang dari arah sukoharjo, sementara Fery dari arah yang sama bermaksud menyebrang jalan. Namun karena padatnya lalu lalang kendaraan diruas kanan, Fery berhenti dengan lampu sen kanan yang masih menyala. Sudirman yang melaju dengan kecepatan tinggi, tak sempat menghindari korban dan akhirnya tabrakan pun tak dapat dihindarkan.

Masih menurut korban, sudirman terjatuh seketika sementara korban melesat ke arah kiri tanpa terjatuh.
Warga pun mulai berdatangan untuk melihat kejadian tersebut, sempat terjadi adu mulut antara maryono dan korban, namun tidak berbuntut panjang karena warga akhirnya berhasil mendamaikan serta mencari solusi terbaik untuk mereka.

Suharno, saksi mata menyebutkan bahwa sebenarnya warga ingin menyerahkan keduanya ke kantor polisi karena tidak bisa memutuskan siapa yang salah dalam kecelakaan ini, namun melihat itikad baik keduanya untuk berdamai, ya kita damaikan saja, lanjutnya.
Sudirman yang terluka pun dibawa ke poliklinik terdekat untuk mendapatkan perawatan dengan biaya sepenuhnya ditanggung oleh korban.

Minggu, 09 Oktober 2011

Filter Terhadap Bahasa dalam Film Indonesia

Melalui Film, bahasa mencerminkan kepribadian bangsa. Sadar atau tidak, penggunaan bahasa dalam film kita saat ini sangat memprihatinkan. Meskipun tidak harus selamanya dalam perfilman menggunakan bahasa baku, namun berbahasa Indonesia dengan ‘sewajarnya’ akan menghindari dampak negatif terhadap pembangunan identitas bangsa.

Pengungkapan isi pikiran tidak harus selalu dengan kata-kata kasar dan tidak mendidik, banyak kosa kata dalam bahasa Indonesia yang lebih baik yang bisa digunakan.
Seperti dalam Film ‘Tendangan dari Langit’ karya sutradara Hanung Bramantyo yang telah tayang beberapa bulan lalu, ada beberapa kata yang digunakan sebagai penumpahan kekesalan, amarah dan sebagainya yang sebenarnya tidak pantas untuk diucapkan.

Film ini mengisahkan cerita From Zero to Hero , yaitu cerita tentang seorang anak yang memiliki bakat dalam bidang olahraga sepakbola kemudian secara tidak sengaja bakatnya  itu disaksikan oleh pelatih klub sepakbola Persema Malang.  Merasa tertarik, pelatih klub tersebut mengundang anak ini untuk mengikuti tryout pencarian bakat atlet sepakbola baru bagi klub sepakbola yang ia latih. Dia berhasil menunjukkan kemampuannya dan kemudian menjadi sukses karena usaha dan bakatnya tersebut.

Namun, terlepas dari makna pendidikan yang terkandung didalamnya, ternyata dalam film ini juga terdapat kekerasan bahasa. Padahal dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia No. 3 Tahun 2007 Pasal 13 menyatakan bahwa Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan penggunaan bahasa atau kata-kata makian yang mempunyai kecenderungan menghina / merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok / mesum / cabul / vulgar, serta menghina agama dan Tuhan. Kata-kata kasar dan makian yang dilarang disiarkan mencakup kata-kata dalam bahasa indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah, baik diungkapkan secara verbal maupun nonverbal.

 Namun nyatanya dalam film Tendangan dari langit, kata makian seperti ‘djancuk’, dan ‘asu’ masih dapat kita temui. Pengaruh kekerasan bahasa dalam film akan menjatuhkan moral serta etika para generasi penerus bangsa. Bagi penonton usia anak-anak, biasanya selalu mengikuti apa yang telah mereka tonton ke dalam kehidupan sehari-hari. Tentu sangat dikhawatirkan jika hal yang buruk yang terdapat dalam film, menjadikan keseharian anak-anak berkurang nilai etikanya.

Banyak pihak merasa khawatir dengan perfilman kita saat ini, berbahasa Indonesia yang baik dan benar tentu bukanlah hal yang sulit. Tetapi biasanya pembuat film berdalih bahwa terbukti film mereka disukai masyarakat.

Walaupun realitas masyarakat berpendapat demikian, tetap saja tidak semestinya kata-kata kasar dan makian mewarnai dunia perfilman Indonesia saat ini.
Sungguh tidak layak jika kekerasan bahasa terus ditayangkan dalam perfilman Indonesia disamping kepribadian bangsa Indonesia yang dikenal ramah dan santun.

Indonesia harus terus didorong untuk maju, Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk perfilman kita saat ini, yang pertama adalah berfikir cerdas dalam memilih film yang akan kita tonton, mengutamakan film bertema pendidikan daripada sekedar hiburan semata, menanamkan berbahasa yang baik dan benar kepada generasi muda, dan memberi kritikan untuk kemajuan film di Indonesia.