Laman

Minggu, 09 Oktober 2011

Filter Terhadap Bahasa dalam Film Indonesia

Melalui Film, bahasa mencerminkan kepribadian bangsa. Sadar atau tidak, penggunaan bahasa dalam film kita saat ini sangat memprihatinkan. Meskipun tidak harus selamanya dalam perfilman menggunakan bahasa baku, namun berbahasa Indonesia dengan ‘sewajarnya’ akan menghindari dampak negatif terhadap pembangunan identitas bangsa.

Pengungkapan isi pikiran tidak harus selalu dengan kata-kata kasar dan tidak mendidik, banyak kosa kata dalam bahasa Indonesia yang lebih baik yang bisa digunakan.
Seperti dalam Film ‘Tendangan dari Langit’ karya sutradara Hanung Bramantyo yang telah tayang beberapa bulan lalu, ada beberapa kata yang digunakan sebagai penumpahan kekesalan, amarah dan sebagainya yang sebenarnya tidak pantas untuk diucapkan.

Film ini mengisahkan cerita From Zero to Hero , yaitu cerita tentang seorang anak yang memiliki bakat dalam bidang olahraga sepakbola kemudian secara tidak sengaja bakatnya  itu disaksikan oleh pelatih klub sepakbola Persema Malang.  Merasa tertarik, pelatih klub tersebut mengundang anak ini untuk mengikuti tryout pencarian bakat atlet sepakbola baru bagi klub sepakbola yang ia latih. Dia berhasil menunjukkan kemampuannya dan kemudian menjadi sukses karena usaha dan bakatnya tersebut.

Namun, terlepas dari makna pendidikan yang terkandung didalamnya, ternyata dalam film ini juga terdapat kekerasan bahasa. Padahal dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia No. 3 Tahun 2007 Pasal 13 menyatakan bahwa Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan penggunaan bahasa atau kata-kata makian yang mempunyai kecenderungan menghina / merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok / mesum / cabul / vulgar, serta menghina agama dan Tuhan. Kata-kata kasar dan makian yang dilarang disiarkan mencakup kata-kata dalam bahasa indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah, baik diungkapkan secara verbal maupun nonverbal.

 Namun nyatanya dalam film Tendangan dari langit, kata makian seperti ‘djancuk’, dan ‘asu’ masih dapat kita temui. Pengaruh kekerasan bahasa dalam film akan menjatuhkan moral serta etika para generasi penerus bangsa. Bagi penonton usia anak-anak, biasanya selalu mengikuti apa yang telah mereka tonton ke dalam kehidupan sehari-hari. Tentu sangat dikhawatirkan jika hal yang buruk yang terdapat dalam film, menjadikan keseharian anak-anak berkurang nilai etikanya.

Banyak pihak merasa khawatir dengan perfilman kita saat ini, berbahasa Indonesia yang baik dan benar tentu bukanlah hal yang sulit. Tetapi biasanya pembuat film berdalih bahwa terbukti film mereka disukai masyarakat.

Walaupun realitas masyarakat berpendapat demikian, tetap saja tidak semestinya kata-kata kasar dan makian mewarnai dunia perfilman Indonesia saat ini.
Sungguh tidak layak jika kekerasan bahasa terus ditayangkan dalam perfilman Indonesia disamping kepribadian bangsa Indonesia yang dikenal ramah dan santun.

Indonesia harus terus didorong untuk maju, Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk perfilman kita saat ini, yang pertama adalah berfikir cerdas dalam memilih film yang akan kita tonton, mengutamakan film bertema pendidikan daripada sekedar hiburan semata, menanamkan berbahasa yang baik dan benar kepada generasi muda, dan memberi kritikan untuk kemajuan film di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar